the roots of education are bitter, but the fruit is sweet ~aristotle~

Saturday, March 1, 2014

Teruntuk Kalian yang Menutup Mata dan Berhenti Mendengar

Filosofis bijak berkata manusia punya dua mata, dua telinga, dan hanya satu mulut, tak lain agar mereka lebih banyak mengobservasi ketimbang memberikan komentar. Namun, nyatanya bukanlah hal yang gampang untuk menguasai kemampuan mengobservasi dan terutama menganalisis sesuatu. Proses analisis baik observasi maupun mencerna berbagai informasi dan merangkumnya ke dalam sebuah kesimpulan merupakan sebuah set of skill yang nyatanya tak dimiliki kebanyakan orang. Lebih mudah untuk terjun ke dalam sebuah kesimpulan dengan “praduga” yang dianggap sebagai sebuah kebenaran. Lebih gampang lagi, asal bicara.

 

Untitled

Satu pelajaran penting dari dosen saya, Pak Bayu Sutikno. Dia pernah mengibaratkan seperti ini (atau anggaplah mirip seperti ini), ada sebuah situasi, seorang pedagang makanan kaki lima di China menggoreng seekor ikan yang masih hidup di minyak panas. Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah yang dilakukan pedagang itu beretika? berperi-kemanusiaan? Atau bagaimana menurut pendapat kalian?

Mungkin karena rerata mahasiswa yang bau kencur (well, ini mata kuliah semester 3) maka besar kemungkinan seketika akan ada yang menjawab : “itu ga beretika, masak binatang masi idup udah di goreng aja langsung! Mestinya kan di matiin dulu, dibetetin, dicuci, terus dibumbuin pake ini itu baru digoreng pake tepung ato pake apa. Kan kasian ikannya :*…”

 

Inilah yang namanya njeplak, dan nuduh.

 

Jawaban paling bijak yang diberikan Pak Bayu cukup sederhana. Kurang lebih ya seperti inilah “ Saya tau kalian masih muda, masih membara, masih berapi-api, tapi untuk dapat melihat sebuah permasalahan sosial, ekonomi misalnya, tidaklah dapat kalian lihat dengan sekilas. Mungkin, secara peri kemanusiaan, atau peri kehewanan, apa yang dilakukan pedagang itu tidak beretika. Tapi, apakah itu berlaku di tempat dia melakukannya? Di China? Lalu apakah dia melakukannya karena dia kejam? tidak berperi kasian terhadap si ikan? Ataukah mungkin di balik tenda ia berjualan ada tiga anak usia sekolah yang harus ia biayai agar suatu saat mereka tak harus bekerja seperti orangtuanya? Atau mungkin ia dijerat hutang yang ia harus segera bayar atau mereka akan diusir dari rumah sewanya karena gagal membayar sewa? Ataukah itu hanya sekedar masakan tradisional China yang menurut mereka baik untuk kesehatan? Inilah yang selalu Saya sebut sebagai sebuah gambaran besar, A Big Picture. Sebuah gambar dalam bingkai kecil mungkin hanya bagian kecil dari sebuah bingkai besar yang tak semua orang mampu lihat.”

 

Kita memang tidak sedang membicarakan mengenai etika bisnis. Namun, yang dikatakan oleh dosen saya di atas, adalah proses observasi dan pencernaan informasi menuju sebuah kesimpulan. Yang tadi saya katakan sebagai set of skills yang susah untuk orang kuasai. Bukan susah, tapi malas. Kembali, lebih mudah untuk njeplak ketimbang untuk berpikir. Kemalasan kita untuk mencari informasi menambah kriteria mengapa kita lebih mudah terjatuh pada ke”njeplakan” dan “ke”nuduhan”. Mata kita berfungsi, telinga kita berfungsi, tapi tak sinkron dengan prosedur yang harus otak jalani dan kita lebih memilih mulut untuk berbicara. And that will result on conflict.

 

Situasi di atas misalnya, yang diutarakan oleh dosen saya, menggambarkan ketidakmampuan mahasiswa saat itu untuk memproses masalah sosial dengan lebih luas. Pandangan yang sempit akan menghasilkan kesimpulan yang buruk, dan berujung pada keputusan yang salah. Sementara jawaban dosen saya menggambarkan bahwa ada banyak informasi yang berputar, yang mungkin belum terkelola (diketahui) oleh mahasiswa, yang mungkin informasi itu lebih penting untuk diketahui untuk dapat mengambil keputusan yang tepat! That’s it! Itulah caranya dalam permasalahan sosial!

 

le

Pandangan mayoritas?

 

Lalu bagaimana dengan pendapat atau pandangan mayoritas? Informasi mengenai ini juga penting, namun bukan berarti bahwa ini adalah sebuah kebenaran. Misal, apakah stereotype bahwa orang Afro-American adalah orang yang jorok, kotor, dan kriminal? Tetep ga bisa di-generalisasiin kan! nah itulah.. sama berbahayanya! Pandangan kebanyakan teman-teman kita (atau teman-temanmu) bisa saja salah karena hal-hal di atas. Misal, satu teman ga melakukan pencernaan informasi dengan baik, njeplak kesimpulan yang salah, temennya dikasih tau begini-begitu, karena dekat jadi seiya sekata, terus menular-menular dan jadi pandangan mayoritas. Dan seketika sekelompok mayoritas menganggap itu sebagai sebuah kebenaran. Well, that is when you stop seeing and listening the truth. So powerful you just can ignore what happened actually.

 

two

 

Itu juga mengapa orang bijak bilang dengarlah dari dua sisi. Atau kalo di bahasa kriminologi ada two-way investigation. Atau kalo di ekonomi ada double-checking. Anything.

Pengeneralisasian kadang penting dalam penelitian sosial. Penarikan kesimpulan juga pastinya menggunakan teknik generalisasi dimana sebuah kesimpulan berlaku bagi semua objek, ceteris paribus. Namun, kembali kepada pembahasan, pengeneralisasian juga bisa berbahaya, terlebih ketika menjadi pendapat mayoritas. Generalisasi yang salah dan berterima umum? Well, kiamat!

 

So, sebelum kalian mengambil keputusan untuk men-judge orang dari apa yang kalian lihat dan kalian dengar sebagai gossip, curhat, dan isu, better to run a two-way check. Dengarkan dari kedua pihak sebelum mengambil keputusan! Have a good day!

The Author

My photo
God gives you two ears so we can listen not only from one side. There are many perspective, point of view, and argument that can give you insights! Perhaps! Happy reading!
Muhamad Hasan Putra

Perumahan 1. Pt. GPM
Block F. 040
Bandar Mataram, Lampung Tengah
Lampung
34169

muhamad.hasan.putra@gmail.com

FB : Muhamad Hasan Putra

Twitter : @putrahasan