Perempuan Ini
Dia mengakari pikiranku dalam sendunya malam ini.
Aku tak relakan satu detikpun dari diri ini melepaskan kala melamunkannya.
Lamunan yang penuh pengharapan.
Tapi kosong.
Senja bunga melati di pagar rumah ini mengantar satu persatu bagian dari dirinya pergi.
Mengakhiri pengharapan yang terkekang akan jiwa dan kasih mereka,
Menyayat pilu, meninggalkan luka malam ini.
Dan ketika semua ingatan itu kembali, luka itupun menganga kembali.
Cantik. Lukanya cantik.
Membentuk garis yang anomali. Membujur dari ujung satu ke yang lain.
Hanya menggores.
Satu simfoni perlahan mengalun.
Aku tak perduli jika itu lantunan Levine dan Antebellum.
Toh suaranya sama menyayatnya ketika melati berguguran.
dan haripun tetap sama.
Sunyi. Ramai suara derita.
Dan jika perempuan ini tersadar dari tidurnya,
Rasanya semua bergerak cepat, tapi perlahan melandai.
Awan mendadak membuka kecerahan taman melati itu,
Nanti.
Indah ketika saatnya.
Warnanya memudar, seiring dengan hilangnya aliran kekaguman ini,
Itupun tak berpengaruh banyak, melati tetap berpendar.
Jengah bersinar,
Aku yang jengah.
Yang tak pernah tahu kapan harus berhenti.
Atau aku yang masih saja terdiam.
Nelangsa.
Termangu nelangsa.
Ia tetap jadi melati yang kudamba.
Aku tak relakan satu detikpun dari diri ini melepaskan kala melamunkannya.
Lamunan yang penuh pengharapan.
Tapi kosong.
Senja bunga melati di pagar rumah ini mengantar satu persatu bagian dari dirinya pergi.
Mengakhiri pengharapan yang terkekang akan jiwa dan kasih mereka,
Menyayat pilu, meninggalkan luka malam ini.
Dan ketika semua ingatan itu kembali, luka itupun menganga kembali.
Cantik. Lukanya cantik.
Membentuk garis yang anomali. Membujur dari ujung satu ke yang lain.
Hanya menggores.
Satu simfoni perlahan mengalun.
Aku tak perduli jika itu lantunan Levine dan Antebellum.
Toh suaranya sama menyayatnya ketika melati berguguran.
dan haripun tetap sama.
Sunyi. Ramai suara derita.
Dan jika perempuan ini tersadar dari tidurnya,
Rasanya semua bergerak cepat, tapi perlahan melandai.
Awan mendadak membuka kecerahan taman melati itu,
Nanti.
Indah ketika saatnya.
Warnanya memudar, seiring dengan hilangnya aliran kekaguman ini,
Itupun tak berpengaruh banyak, melati tetap berpendar.
Jengah bersinar,
Aku yang jengah.
Yang tak pernah tahu kapan harus berhenti.
Atau aku yang masih saja terdiam.
Nelangsa.
Termangu nelangsa.
Ia tetap jadi melati yang kudamba.
1 tanggapan:
co cwiid banget sih iniiiiiii :3
aaaa-- sukaaaa <3
Post a Comment