14 Tahun (part 1)
Judul di atas tampaknya absurd yak! Ga jelas banget. Tiba-tiba di Sabtu yang ga jelas begini, ada tulisan muncul di timeline kalian, 14 tahun. Apa si makna 14 tahun? Kalau kalian ingat, bulan Mei kemarin adalah peringatan reformasi tahun 1998. Dan jika sekarang adalah benar tahun 2012, maka sudah 14 tahun sejak reformasi tahun 1998 itu berlalu. Trus mengapa kok dibahas nih? Yah inilah sebuah coretan aktivis tanpa jabatan organisasi.
14 tahun berlalu dan apa saja sih yang udah kita lewati di masa itu? Apa aja si yang uda bisa negara lakuin selama waktu itu? Dan gimana si keadaan sekarang di mata seorang aktivis tanpa jabatan ini?
Aktivis tanpa jabatan organisasi, belum ada yang dapat dibanggakan kecuali bangga menjadi rakyat Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tahun 1998 dimulai dengan tragedi ekonomi paling menyesakkan dalam kehidupan rakyat Indonesia. Krisis Moneter Asia tahun 1997. Nilai Rupiah terhadap Dollar Amerika anjlok hingga angka 13ribu, inflasi super duper, gonjang-ganjing pemerintahan, kerusuhan, dan demo akan permintaan reformasi dari seluruh negeri.
Maret-Mei 1998 menjadi puncak dari seluruh tragedi yang menyayat hati rakyat Indonesia. Kerusuhan akibat ekonomi masyarakat yang semakin memburuk, sentimen negatif terhadap etnis Tionghoa, pemerkosaan wanita, hingga penculikan aktivis, terus menjadi headline berita di penjuru negeri. Investasi asing kabur ke luar negeri, modal di sana-sini ditarik, bank bangkrut, BLBI turun. Dan puncaknya, Presiden Soeharto dengan “kejayaan” 32 tahunnya, lengser dari tahta.
Kini, 14 tahun Indonesia lepas dari masa orde Baru ala rezim Alm. Soeharto, apa perbedaan yang paling kentara bisa kita rasakan?
Mungkin salah satu yang paling kentara adalah kembalinya nilai tukar Rupiah secara bertahap. Dari di masa krisis di level belasan ribu, hingga kini turun ke sembilan ribuan. bahkan sempat menyentuh angka delapan ribuan. Indikasi yang baik secara ekonomi, menandakan bahwa masyarakat luar negeri mulai percaya terhadap mata uang kita, dan artinya lagi, percaya terhadap iklim bisnis di negeri ini. Pertumbuhan ekonomi sebesar 6% di tahun 2010 serta naiknya rating investment grade ke tingkatan BBB juga merupakan sinyalemen yang baik terhadap investor asing.
Mengapa investor asing? Sepemahaman saya, investor domestik masih belum sekuat investasi asing kemampuan pendanaannya, sampai sekiranya ekonomi Indonesia menguat dan rakyat telah mengerti arti penting investasi, maka investasi domestik akan mampu berkembang dengan sendirinya. Selain itu, investasi domestik sebaiknya diserahkan pada industri kecil dan menengah untuk masyarakat ekonomi bawah.
Secara politik, Indonesia juga mampu melaksanakan pemilihan kepala negara yang digadang-gadang sebagi demokrasi terbaik di dunia. Tahun 2004, dimana untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia, seorang kepala negara dan kepala pemerintahan, dipilih langsung oleh ratusan juta pemilih terdaftar negeri ini.Tahun 2009, Indonesia kembali melaksanakan pemilu serupa, dimana pemenangnya pun serupa, Susilo Bambang Yudhoyono. Pengakuan dari berbagai negara pun turun, Indonesia sebagai negara demokrasi yang mampu memberikan contoh.
Namun kemajuan politik kita berhenti di situ. 99 rancangan undang-undang mandeg, hanya 20an yang mampu dikerjakan menjadi undang-undang, sisanya mungkin akan dikejar di masa kabinet saat ini, sisanya lagi dilimpahkan pada pekerjaan kabinet berikutnya. Kalopun gagal diselesaikan ya dilimpahkan lagi ke kabinet selanjutnya agi, dan seterusnya.
Salah SBY saja kah semua ini?
Tentunya bukan. Meski SBY begitu dicecar selama masa pemerintahannya, namun kita tidak boleh menutup mata pada kinerja kabinetnya, dan juga kinerja lembaga negara seperti DPR. Yak DPR. Lembaga negra dengan kepanjangan Dewan Perwakilan Rakyat ini ternyata tidak mampu melambangkan makna perwakilan rakyat. Mulai dari permasalahan undang-undang di atas, hingga ke aspirasi rakyat yang sebenarnya.
BBM terus naik itu bukanlah lagi rahasia umum, di luar isu itu adalah kepentingan bisnis atau politik atau murni keadaan internasional atas harga minyak mentah. Kita tidak akan pernah tahu. Yang pasti adalah, 14 tahun reformasi negeri ini, kita belum mampu menyerahkan minyak terhadap mekanisme pasar. Sebagaimana kita menyerahkan harga cabai, meski dalam dimensi kebutuhan yang berbeda.
Kesimpulannya, 14 tahun dan susbsidi yang diberikan negara masih belum tepat guna. Tepat guna dalam arti belum tepat sasaran, dan memang belum tepat dalam pelaksanaannya.
Survey membuktikan bahwa subsidi dinikmati oleh pihak yang bukan merupakan sasaran dari subsidi yang diberikan negara. 14 tahun atau mungkin lebih, subsidi diberikan kepada mereka yang tak pantas menikmati. Tak pantas bukan karena tak memiliki hak, tapi karena ada jutaan rakyat lain yang lebih pantas mendapatkan hak tersebut. Mobil-mobil mewah, mobil pejabat, hingga mobil dinas pemerintah yang sebenarnya tidak [antas menggunakan hak rakyat tersebut, malah menikmati dengan bebas. Bayangkan, 14 tahun lebih subsidi dikucurkan, dengan salah sasaran. 14 tahun lebih sakit kepala diobati dengan obat batuk.
Survey BPS menyatakan bahwa pendapatan masyarakat ekonomi bawah di Indonesia, digunakan sebagian besar untuk membeli ROKOK. Urutan spendingnya naik turun di urutan 1,2, dan 3, prioritas barang yang dibeli oleh rakyat kita. 14 tahun, dan pendidikan kesehatan masih saja gagal meyakinkan bahwa rokok memberikan efek buruk terhadap kesehatan, apalagi dengan konsumsi berlebihan. Subsidi bahan bakar artinya meluangkan pos dana yang dimiliki rakyat, namun jika spendingnya lari ke rokok, maka apalah gunanya? Lagi-lagi, 14 tahun lebih dan belum ada solusi praktis dan tepat untuk menjawab semua permasalahan ini.
Permasalahan BBM adalah satu dari sekian banyak polemik di Indonesia yang belum memiliki penyelesaian, masih ada permasalahan BLBI 1998 yang juga jelas cuntrungannya, namun mungkin diakhiri dengan putusan diabaikan demi hukum atau apalah namanya, kasus BailOut Century, kasus Hambalang, Wisma atlet, Gayus Tambunan, hingga grasi Corby.
14 tahun, dan kita masih mencari jawaban untuk semua itu..
14 tahun dan si aktivis masih bermimpi akan wanita di atas (baca: Emma Watson)
(bersambung…)
0 tanggapan:
Post a Comment