the roots of education are bitter, but the fruit is sweet ~aristotle~

Thursday, June 7, 2012

14 Tahun (Part 2-End)

Sometimes we end up at having too much to be thought of, not realizing that there were one clear choice after all

Tolong lihat aku, dan jawab pertanyaanku.. Mau dibawa kemana.. hubungan kita…. Secuplik potongan lagu dari Armada yang entah saya tak tahu judulnya, mungkin jadi penggambaran paling jelas bagaimana negara ini bertanya pada penghuninya. 14 tahun sudah kita lepas dari masa Orde Baru, orde yang senantiasa diidentikkan dengan pengekangan, otoriter, petrus, penculikan aktivis, dan pembungkaman media, dan berakhir dengan sangat menyedihkan lewat peristiwa Semanggi.

Sebuah diskusi Kamis sore dalam mata kuliah Sosiologi dan Politik asuhan Purwanto (Dosen Fisipol UGM) berakhir dengan kesimpulan bahwa negara kita masih berada dalam tahap pertumbuhan demokrasi, belajar, dan paling penting adalah negara ini masih beradaptasi. Do we?

Entahlah. Saya tak sependapat dengan hal tersebut. 14 tahun bukanlah waktu yang singkat. Seorang anak lahir tahun 1998 dan pasti sekarang sudah masuk sekolah menengah pertama, sudah mulai masuk akil balig, dan sudah mulai belajar apa itu yang benar, dan mana yang salah. Tapi sebuah negara tidak dapat begitu saja disamakan dengan seorang anak manusia. Sudah lebih dari 60 tahun negara ini merdeka, sudah begitu banyak ahli lahir dari perempuan Indonesia, begitu banyak prestasi diukuir, meski tak sebanyak duka tergores untuk rakyat lainnya.

Permasalahan Indonesia tidak akan pernah lepas bahwa kita tidak pernah menempatkan ahli di berbagai posisi penting di negeri ini. Seperti yang saya yakini dalam agama saya, dalam hadist Rasul, beliau berpesan bahwa sebaiknya masyarakat menyerahkan berbagai urusan kepada ahlinya. Dan sudahkah kita memberikan hak pengelolaan urusan kita pada ahlinya?

Tidak. Negeri ini menyerahkan berbagai urusan kepada mereka yang memiliki power, memiliki kekuatan untuk mengelola, dan kekuatan itu hadir bukan karena mereka expert, melainkan karena mereka rich. Mereka kaya.Dan maaf jika kita harus berkata bahwa negeri ini dikelola oleh mereka yang punya uang, bukan skill dan ability yang pantas maupun cukup untuk mengelola negara.

Sebuah cerita dari perang dunia ke 2, seorang prajurit Jerman tersesat di sebuah hutan di Prancis. Berlari ketakutan tanpa arah, ia jatuh tersandung dan pingsan tersungkur. Dalam pingsannya, ia mengaku seperti bermimpi dan bertemu seorang tua di gedung militernya di Jerman. Orang tua itu bertanya, siapakah jendral terbaik di negeri ini? Prajurit itu berdiri dan berkata “Hail Hitler!” Namun orang tua itu membentak, “Bukan!, Kamu salah, bodoh! Lihat orang di sampingmu! Dialah jendral terbaik di negeri ini!”

“Tapi dia hanya tukang ketik! Hail Hitler!” jawab prajurit itu, “manalah mungkin seorang tukang ketik menjadi jendral, pun jendral terbaik di negeri ini”

“Itu karena kalian menyerahkan negeri ini ke tangan orang yang salah, yang tamak akan kekuasaan!" Dialah jendral terbaik di negeri ini, namun sayang dia memilih untuk menjadi tukang ketik, karena tak berdaya melawan monopoli kekuasaan kalian!”

Sepenggal kisah ga jelas di atas mungkin ga bisa menggambarkan keadaan sebenarnya dari kondisi Indonesia. Tapi semoga kita bisa berkaca darimana kebanyakan pemimpin, pejabat, anggota DPR, legislatif di daerah semua itu berasal. Bukan suuzon, tapi itu semua fakta di lapangan.

14 tahun ini jika saja kita serahkan pada orang yang ahli di bidang masing-masing dan punya komitmen untuk memajukan negara, saya rasa adalah waktu yang cukup untuk memajukan negeri ini. Wallahualambisshawab.

0 tanggapan:

The Author

My photo
God gives you two ears so we can listen not only from one side. There are many perspective, point of view, and argument that can give you insights! Perhaps! Happy reading!
Muhamad Hasan Putra

Perumahan 1. Pt. GPM
Block F. 040
Bandar Mataram, Lampung Tengah
Lampung
34169

muhamad.hasan.putra@gmail.com

FB : Muhamad Hasan Putra

Twitter : @putrahasan