Morning Esspresson
Dalam keredupan senja hari itu, tak banyak yang bisa aku lakukan. Aku duduk, kemudian berdiri, dan duduk lagi. Rasanya serba salah. Perlahan terdiam, dan mendadak ingin sekali berteriak. Berjalan hilir mudik kesana kemari tanpa arah yang jelas. Otakku kalut, pikiranku makin kacau. Sendiku terus bergetar. Dan kembali hal itu mengalir.
Rengkuhan dirinya begitu kuat. Satu kalimat saja dan aku langsung runtuh. Dia hampir menjadi satu dengan seluruh bagian tubuhku. Bagaimana aku bisa menelantarkannya seperti dulu?
Ah itu masa lalu yang tidak pantas dikenang, pikirku. Sesali. Ambil hikmahnya. Lupakan.
Apa yang ingin kulakukan adalah seperti orang lain. Seperti dia juga. Bisa berlari tanpa harus terbebani dengan yang ada di belakang. Tanpa harus sedikitpun menengok kesejatian dalam hati masing-masing. Aku juga ingin seperti itu.
Tapi, mungkin lebih baik bagiku untuk berlari kembali pada satu hal. Satu hal yang lebih pasti sebagai tujuan akhirku. Tuhan.
Rengkuhan dirinya begitu kuat. Satu kalimat saja dan aku langsung runtuh. Dia hampir menjadi satu dengan seluruh bagian tubuhku. Bagaimana aku bisa menelantarkannya seperti dulu?
Ah itu masa lalu yang tidak pantas dikenang, pikirku. Sesali. Ambil hikmahnya. Lupakan.
Apa yang ingin kulakukan adalah seperti orang lain. Seperti dia juga. Bisa berlari tanpa harus terbebani dengan yang ada di belakang. Tanpa harus sedikitpun menengok kesejatian dalam hati masing-masing. Aku juga ingin seperti itu.
Tapi, mungkin lebih baik bagiku untuk berlari kembali pada satu hal. Satu hal yang lebih pasti sebagai tujuan akhirku. Tuhan.
0 tanggapan:
Post a Comment