the roots of education are bitter, but the fruit is sweet ~aristotle~

Friday, May 3, 2013

How Far You Can Hold Your Principium

Dua hari di awal bulan Mei menjadi sebuah titik yang sekiranya bermakna untuk menandai momentum dalam hidup saya. 1 Mei adalah hari buruh, salah satu faktor produksi penting dalam perekonomian, bidang yang selama ini saya tekuni. 2 Mei adalah hari pendidikan nasional, kalo ini sih cuma ngerasa deket aja secara pernah magang jadi asisten konselor (guru BK). Dan di dalam dua hari ini dapet kabar yang engga enak dan mengusik batin saya, entah sebagai seorang yang berkutat di bidang sosial ataupun cuma sebagai manusia biasa.

Per tanggal 1 Mei, sebuah berita dari kampung datang mengenai pemberhentian beberapa guru di yayasan pendidikan tempat saya bersekolah dulu. Pemberhentian kerja pegawai itu biasa dalam ekonomi, namun bukan hal yang biasa di daerah sekecil itu. Apalagi dengan angka yang muncul ketika berita itu muncul. Dan apalagi dengan alasan yang muncul. Seketika dari dunia Luna Maya hingga dunia maya jadi heboh. Dan saya pun, kepo. Selidik punya selidik, sedikit lah informasi masuk, meski saya tidak berani mengambil keputusan mana pihak yang benar karena pasti ada distorsi di dalamnya.

Tujuh orang diberhentikan dari pekerjaannya. Dua distorsi pemberitaan yang muncul. Satu, permintaan kartu jamsostek. Dua, pergerakan dengan dasar solidaritas. Saya juga tidak tau mana alasan yang benar dan biarkan itu menjadi urusan yang terkait. Namun, melihat dari lini masa rekan-rekan yang "dimerdekakan" menimbulkan rasa respect yang tinggi kepada rekan-rekan tersebut. Terlebih dengan banyaknya dukungan dari adik-adik angkatan yang memang lebih mengenal mereka. Saya berpikir, jika mereka sebegininya disukai dan dihargai, lalu mengapa diberhentikan? Apakah ada etika yang dilanggar? Kriminalitas? Atau sekedar permainan politik? Saya ndak tau.

Pengkepoan pun terus saya lakukan hingga ke blog salah satu rekan yang mendapat kemerdekaan. Blognya secara terbuka dapat dikunjungi di www.basmanposeng.blogspot.com. Di situ dituliskannya keluh kesah dan kritik pedas atas apa yang ia rasa dilakukan kepadanya selama beberapa waktu ke belakang. Afgan juga memang apa yang diterimanya selama itu. Saya seperti bertanya "ini bener nih kejadian?" soalnya hampir ngga percaya hal kayagitu kejadian ke orang yang have already done very much things for the school.

Well, saya akhirnya memutuskan bahwa these people has done a very great thing. To defend what you think it is right even it gives you a bitter result.

Kebenaran memang bisa relatif selama itu ada di otak kita. Tapi kebenaran adalah sebuah fakta realitas selama itu bergulir di dunia Luna Maya.

Itu satu. Tulisan ini ada bagian dua-nya.

Jadi malam tadi saya sedikit kepo dengan permasalahan Barca yang kalah 7-0 dan kemudian jadi perbincangan hangat di dunia twitter. Dari satu akun twitter ke akun lain, hingga berujung ke salah satu akun rekan. Siapa orangnya itu tidak penting. Setelah pertandingan Barca - Bayern, saya sempat ngetwit soal kemungkinan "drama" dibalik kekalahan Barca. YA, Bayern memang superior. Tapi mengapa Barca bisa setega itu kalah di kandang sendiri dengan skor yang mencolok? 0-3?

Saya fans Madrid, tapi saya melihat kekalahan Barca dari perspektif lain. Spanyol hampir bangkrut, Catalan (negara bagian Spanyol lokasi Barca berada) pun dalam keadaan ekonomi yang "memprihatinkan". Di saat yang bersamaan Bundesliga berulang tahun ke 50. Bukankah merupakan hal yang luar biasa untuk melihat All Germany final? Dan kemudian Barca menyerah 0-3. Di kandang.

Saya kemudian berspekulasi (bukankah ini hal yang biasa bagi seseorang untuk menduga2??) bahwa Barca memang sengaja melepas laga ini. Mulai dari Messi tidak dipasang (ofisial mengatakan dia fit untuk bertanding, yg kemudian dibantah Tito). Xavi dan Iniesta ditarik di babak kedua. 0-3. Aneh kan. Terlepas dari berapa golpun yang Barca butuh, tapi stadion Camp Nou adalah rumah mereka. Dari sini saya kemudian mengeluarkan dugaan bahwa ada permainan di bawah tangan dengan menyebut "pendalang eropa" yang membonekakan Barca. Dua pihak yang paling mungkin, rumah judi, ataupun permainan politik. Tapi karena lebih asik berbicara politik ketimbang judi, saya memilih mengaitkannya dengan "kebutuhan dana segar" para poli-tikus disana.

Lantas apakah itu salah? Tidak. Tak ada yang bisa menyalahkan spekulasi. Saya bisa saja salah (dan memang kemungkinannya sangat besar), namun saya bisa juga benar (krna itu saya menyertakan hashtag - thing we dont mention in newspaper). Apakah saya bisa membuktikan bahwa saya benar? Tidak, dan buat apa. Apakah orang lain bisa membuktikan bahwa saya salah? Tidak juga.

Saya tidak keberatan jika dibilang "sok tau", karena memang spekulasi adalah buah pengetahuan, dan memang sifat manusia pasti ada ke"sok"annya. Dan apakah saya "sok tau" tentang itu? Tidak juga sebenarnya karena saya memiliki dasar pemikiran, meski saya sadari itu lemah untuk diargumentasikan. Namun ketika saya disebut sebagai pribadi yang munafik, yah panas juga lah ya. Apa hubungannya twit tentang sepakbola dengan kemunafikan? Saya semakin tidak paham dengan pemikiran rekan yg satu itu. Argumen dibalas dengan argumen. Bukan dengan hinaan, ejekan, ataupun makian. Kalau tidak mampu berargumentasi dengan baik, ya sudah tak usah berargumentasi. Diam saja.

Dan bodohnya saya saat itu adalah saya terpancing dengan hal tersebut. Saya terpancing dan kemudian menuliskan tiga tweet yang wagu di timeline. Yang intinya bilang "KALAU MASIH NGERASA PUNYA MASALAH, SINI SELESAIKAN, JANGAN CUMA DIBELAKANG NGEHINA-HINA". Maksud saya jelas, plis, kalo udah bilang selesai, ya selesai, be a man!

Namun tindakan saya dengan ngetwit begitu itu salah. Melanggar prinsip saya untuk jangan ngamuk2 di twitter. Sehingga kemudian saya alihkan amarah saya dengan menghubungkan twit saya tadi dengan sebuah film berjudul Stand Up Guys (2012) yang kebetulan cocok dengan twit tadi. Al Pacino, Walken, dan Arkin yang main. Katakanlah itu lari dari apa yang saya tuliskan di tiga twit sebelumnya, tapi saya memilih untuk menyebutnya menurunkan tensi amarah saya. Api akan melahap semua kayu bakar jika kita tidak mampu mengontrolnya, bukan?

Film ini menceritakan 3 sahabat yang ketika muda sering "nakal" bareng. Suatu saat, Walken tanpa sengaja menembak anak seorang mafia, namun entah bagaimana Al Pacino yang masuk penjara. Si mafia menyalahkan Al Pacino dan menyuruh Walken membunuh Al Pacino selepas ia bebas dari penjara, dengan ancaman jika tidak dilakukan, si mafia akan membunuh cucunya. Walken berusaha meyakinkan si mafia bahwa ia adalah manusia yang punya hati, maafkan Pacino dan sudahi semua permasalahan. Toh Pacino sudah mendapatkan hukuman. Si mafia menolak menyelesaikan permasalahan namun tidak berani berhadapan dengan Pacino yang jago.

Twit sudah keluar dan sedikit melegakan saya bahwa saya sempat masuk ke dalam KEBODOHAN untuk sesaat. Itu bukan menjilat ludah, tapi saya menghias ludah saya dengan menutupnya dengan pasir. Namun tetap, saya telah melakukan kebodohan dengan terpancing kepada hinaan orang lain. Bukankah saya punya argumen yang berdasar dan dia hanya punya hinaan yang tidak jelas serta hanya menunjukkan ketidakmampuan dia berargumen? Sekarang saya sadar dengan hal tersebut dan mungkin hanya menerapkan apa yang dikatakan Pak Bagus, "Mengapa ambil pusing dengan ucapan orang bodoh?".

Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar. Dan saya sadar, Allah tidak bersama saya ketika saya sedang masuk ke dalam kebodohan tersebut. Dan inilah masa ketika saya gagal memegang prinsip saya, untuk sesaat. Semoga kedepannya saya lebih mampu untuk mengontrol emosi dalam menjalani hidup yang cuma tinggal sesaat ini.

-------------------------------------------------------------

Dua bagian tulisan di atas menjelaskan bagaimana ada satu contoh orang yang mampu memegang prinsipnya untuk mengatakan apa yang benar itu benar meski kemudian pahit yang harus dirasakan, dan satu contoh kegagalan saya memegang satu prinsip saya untuk tidak lagi ngamuk-ngamuk di twitter. Mungkin kerangka pemikiran penulisan saya masih amburadul untuk pembaca raba, dan jika memang itu yang terjadi, biarkan tulisan ini menjadi momentum bagi saya untuk memperbaiki diri.

Wallahualam bisshawab.
Salam.

0 tanggapan:

The Author

My photo
God gives you two ears so we can listen not only from one side. There are many perspective, point of view, and argument that can give you insights! Perhaps! Happy reading!
Muhamad Hasan Putra

Perumahan 1. Pt. GPM
Block F. 040
Bandar Mataram, Lampung Tengah
Lampung
34169

muhamad.hasan.putra@gmail.com

FB : Muhamad Hasan Putra

Twitter : @putrahasan