Author: Muhamad Hasan Putra |
|
Semakin dewasa, hidup terasa makin berat. Tak ada lagi tempat bagi saya untuk bisa mengeluh kecuali kepada Yang Maha Adil, ALLAH SWT, Tuhan penguasa segala alam. Dari Zat Termulia itulah kita semua berasal, dan hanya kepada-Nya lah kita akan kembali nanti..
Sedari Yang Esa masih memberikan kesempatan bagi kita untuk bernafas, selagi Yang Maha Mendengar masih mengizinkan tanah menumbuhkan pepohonan, menghidupi milyaran manusia, dan mengizinkan saya menulis, izinkan saya berbagi dalam sebuah wajah baru blog saya.. ^_^
Saya belumlah menjadi seorang muslim yang baik, belumlah sampai pada sebuah taraf kesempurnaan sebagai muslim, atau kata orang awam yang mempelesetkan, para penghuni surga itu yang jidatnya (kening/forehead) menghitam karena banyak sujud kepada Allah SWT. Belum. Saya belum seperti itu. Jidat saya masih sama coklatnya seperti kulitnya. Abaikan. Ini hanya anekdot orang kampung.
Tapi, mungkin maksud lain dari selengek'an orang kampung itu ada juga maknanya. Yang saya tangkap dalam kalimat itu adalah "jika kamu ingin masuk ke surganya ALLAH SWT, maka yang harus kamu lakukan adalah memperbanyak sujudmu kepadaNya, caranya ya dengan shalat, baik yang wajib dan yang sunnah".
Simple kan?
Nyatanya tak begitu. Dalam berbagai kesempatan, penafsiran cara untuk masuk surga bagi saya, bukan hanya dengan sekadar sujud kepada Sang Penguasa Seluruh Alam, melainkan melengkapinya dengan perbuatan dan sikap yang baik (ahklakul karimah) terhadap manusia lainnya.
Saya lupa bagaimana tulisan yang tepat, kalau tidak salah adalah "Hablum MinAllah, wa Hablum Minannas". Akhlak yang baik kepada ALLAH SWT dan juga hubungan yang baik kepada manusia yang lain (kalau saya tak salah -lagi-lagi- juga ada hubungan baik dengan mahluk lain dan alam sekitar).
Hubungan yang baik dengan manusia yang lain, bisa kita lihat dalam Al Quran surat Al A'raaf ayat 199 yang saya kutip di atas.
Menjadi Pemaaf
Apakah maaf itu? Jika pembaca mengira maaf adalah menerima kesalahan yang orang lakukan dan selesai begitu saja, maka mungkin ada baiknya kita menyamakan persepsi. Bagi saya, maaf adalah menerima suatu kesalahan yang orang lain lakukan, dengan mengetahui alasan mengapa kesalahan itu dilakukan dan mencoba mencari cara agar kesalahan tersebut, tidak lagi dilakukan di masa depan.
Susah? Ya memang begitulah adanya. Kadang kita sekadar menerima kesalahan kemudian berjabat tangan. Namun akan ada sisa kekesalan pastinya. "Sisa" itulah yang harus kita hapuskan. Caranya? Berkomunikasi.
Berbuat Baik
Ada sebuah quote dari sebuah sumber, "begitu mudah menjadi orang jahat, namun akan sangat sulit menjadi seorang yang baik". Mengapa? Karena dasar dari pilihan menjadi jahat dan menjadi baik adalah "kebiasaan". Jika sudah terbiasa dengan melakukan tindakan-tindakan yang "jahat" maka akan susah untuk mengubahnya menjadi "kebiasaan" yang baik.
Maka dari itu, seperti ungkapan dari seorang teman, "mulailah dari hal yang kecil". Lakukanlah kebaikan-kebaikan kecil terlebih dahulu. Menolong teman, menepati janji, dll.
Menghindari Kebodohan
Jika ayat ini ditafsirkan sebagai "menghindari orang-orang yang bodoh", maka bagi saya itu adalah tafsir yang kurang tepat. Menurut saya, tafsir yang tepat dari ayat ini adalah menghindari kebodohan-kebodohan yang ada disekitar kita. Seperti melakukan tindakan pemborosan dengan berhura-hura, memakan sesuatu yang tidak halal bagi diri manusia, dll.
*gambar didapat dari Al Quran e-book dari website http://geocities.com/alquran_indo
0 tanggapan:
Post a Comment