the roots of education are bitter, but the fruit is sweet ~aristotle~

Saturday, March 5, 2011

Dinner for Schmucks

Semalam, seorang teman memprotes isi blog saya. Pemahaman saya, dia mau bilang kalau blog saya terlalu ekspresif. Terlalu penuh dengan perasaan. Terlalu penuh dengan curhatan. Terlalu penuh dengan hal-hal yang sebaiknya tidak diumbar ke orang-orang.

Ya, mungkin dia benar. Mungkin. Tapi menurut saya tidak begitu. Blog ini bagi saya bukan sekedar sebuah website yang anda tulisi untuk kepentingan anda pribadi. Menurut saya, blog ini sudah hampir jadi teman terbaik saya. Dalam blog semua orang bisa meenuliskan semuaaa uneg-uneg dalam hatinya. Buat apa? Ya buat hati mereka tenang. Hal ini secara psikologis justru lebih baik, ketimbang orang-orang yang memilih untuk memendam perasaannya. Yah mungkin teman saya itu tidak tahu. Atau dia punya cara lain yang menurutnya lebih baik...

Balik ke judul. Dinner for Schmucks.



Ini judul film yang saya tonton terakhir. Bercerita tentang seorang eksekutif muda yang ingin naik pangkat agar bisa melamar pasangannya. Seperti pekerja biasa, untuk bisa menempati sebuah jabatan kosong yang ditinggal orang sebelumnya, eksekutif muda ini berusaha memukau bosnya. Dalam sebuah rapat bisnis bersama bosnya, Dia berusaha memukau bosnya dengan membawa sebuah mortir yang sudah tak aktif lagi.

Awalnya dia dicemooh, buat apa sebuah perusahaan pendanaan memproduksi lampu mortir?. Tapi ketika dia menjelaskan bahwa lampu tersebut digunakannya untuk menarik perhatian biliuner Rusia, barulah mereka tercengang. Usut kata, bosnya tertarik dan hendak mempromosikannya, dengan syarat dia ikut ke sebuah acara makan malam unik ala top manajer perusahaannya.

Acara itu unik karena mereka diharuskan mengajak seorang teman yang unik, punya kemampuan khusus dan bisa menghibur. Kasarnya, mengundang orang-orang aneh untuk ditertawakan. 

Dalam sebuah perjalanan berangkat ke kantornya, pemuda itu tanpa sengaja menabrak seseorang di jalan. Orang yang ditabraknya ternyata seorang seniman, namun dengan sedikit keterlalu-jeniusan pada otaknya. Mereka berkenalan dan dari situ masalah mulai bermunculan. Dari stalker yang tiba-tiba datang dan menghancurkan apartemen pemuda tersebut, hingga kacaunya hubungannya dengan sang pacar.

Keren deh pokoknya.

*tulisan ga bermutu. masih memikirkan 2 paragraf pertama.

Friday, March 4, 2011

Lips of An Angel

Honey why you calling me so late?
It's kinda hard to talk right now.
Honey why are you crying? Is everything okay?
I gotta whisper 'cause I can't be too loud

Well, my girl's in the next room
Sometimes I wish she was you
I guess we never really moved on
It's really good to hear your voice saying my name
It sounds so sweet
Coming from the lips of an angel
Hearing those words it makes me weak

And I know I wanna say goodbye
But girl you make it hard to be faithful
With the lips of an angel

It's funny that you're calling me tonight
And, yes, I've dreamt of you too
And does he know you're talking to me
Will it start a fight
No I don't think she has a clue

It's really good to hear your voice saying my name
It sounds so sweet
Coming from the lips of an angel
Hearing those words it makes me weak

Honey why you calling me so late?

Hinder - Lips of An Angel

Antropologi Dasar - The Exploration of Cultural Diversity


Bab I The Exploration of Cultural Diversity

Banyak orang sering membuat generalisasi bahwa seluruh manusia di dunia memiliki cara berpikir yang sama, perasaan yang sama, sehingga bisa dengan mudah menerima ide-ide global, semacam konsep ide ala Amerika Utara. Antropologi membuka wacana orang dengan lebih luas. Ilmu ini bukan hanya sebagai sebuah ilmu yang berkutat pada budaya-budaya non-industrial, namun dapat dijelaskan sebagai ilmu yang mengkaji semua bentuk masyarakat, baik kuno maupun modern, sederhana maupun rumit, dengan menggunakan perspektif antar budaya (membandingkan masyarakat satu dengan masyarakat yang lain).
Antropologi adalah sebuah ilmu yang terintegrasi, ilmu ini membahas seluruh kondisi dari manusia. Untuk bisa bertahan hidup, manusia butuh untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya. Antropologi mempelajari hal ini, mulai dari keadaan di masa lalu, sekarang atau yang akan datang. Biologi, kemasyarakatan, bahasa dan budaya juga dibahas di dalamnya. Salah satu contohnya misal, kemasyarakatan (society) adalah sebuah organisasi kehidupan dimana seluruh mahluk hidup terlibat di dalamnya. Sementara budaya (culture) hanya untuk manusia, kumpulan tradisi dan adat kebiasaan, yang didapat melalui hasil pembelajaran. Seorang anak belajar tentang budaya (culture) melalui sebuah sistem kemasyarakatan (society) tertentu. Melalui budaya inilah, manusia belajar untuk beradaptasi dengan kehidupan biologi (alam) disekitarnya.
Dalam general anthropology, bahasan akademis pokok dalam antropologi, kajian ini dibagi menjadi empat sub-kajian, yaitu :
1.      Antropologi  Sosiokultural (antropologi kultural; mempelajari perubahan yang terjadi pada kehidupan sosial dan adat kebiasaan, keanekaragaman)
2.      Antropologi  Arkeologikal (hampir sama dengan antropologi kultural)
3.      Antropologi  Biologis (mempelajari perubahan pada karakteristik-karakteristik fisik)
4.      Antropologi Linguistik (mempelajari bahasa-bahasa baik yang kuno maupun modern)
Keempat sub-kajian ini, di Amerika Serikat, sering digunakan bersama-sama dalam sebuah pekerjaan antropologi, berbeda dengan perkembangannya di Eropa, sub-kajian ini lebih sering terpisah-pisah satu sama lainnya. Selain dari keempat sub-kajian tersebut, American Anthropological Association juga mengakui sub-kajian kelima, antropologi terapan (applied anthropological). Sub kajian ini menerapkan data-data, pandangan, teori, dan metode antropologis, untuk mengidentifikasi, menilai, dan menyelesaikan masalah-masalah sosial.
Antropologi dan sosiologi, sama-sama mempelajari hubungan sosial, namun berbeda pada jenis masyarakat yang dipelajari. Karena perbedaan tersebut, maka teknik pengumpulan data dan metode analisisnyapun juga berbeda. Sosiologi lebih banyak berkutat dengan kuesioner dan teknik statistik, sementara hal ini tidak terjadi atau sedikit praktiknya dalam antropologi. Salah satu teknik yang dipakai dalam antropologi, misalnya, adalah observasi partisipan, dimana peneliti (antropologis) langsung mengambil peran dalam proses observasi, deskripsi hasil, dan analisa penelitian tersebut.
Salah satu bagian dalam antropologi adalah etnografi, sebuah strategi penelitian yang digunakan dalam masyarakat dengan budaya yang lebih memiliki keseragaman, dan kurang dalam perbedaan sosial, berbeda dengan yang ditemukan dalam bangsa-bangsa modern. Dengan menggunakan etnografi, para etnografer menyediakan sebuah gambaran (ethnopicture; bisa berupa buku, artikel ataupun film) yang mendeskripsikan, menganalisa, dan menginterpretasikan sebuah budaya. Berikut adalah beberapa teknik yang digunakan dalam etnografi.
1.         Observasi.
Etnografer memerhatikan bagaimana kehidupan dalam sebuah kebudayaan atau masyarakat berjalan, acara-acara musiman, dan hal-hal yang tak secara biasa terjadi. Hasil dari proses tersebut kemudian dicatat dalam catatan penelitian lapangan (field notes), yang sifatnya formal, namun tidak melibatkan emosi peneliti. Perasaan peneliti, baik kesan maupun bentuk emosi lainnya dicatat dalam sebuah catatan tersendiri (diary), yang bisa ditulis secara tidak formal, namun tetap bisa digunakan untuk membantu pembuatan ethnopicture.
Observasi partisipan lebih dari sekedar memerhatikan kehidupan sebuah budaya, namun juga turut mengambil peran dalam kebudayaan tersebut, ikut dalam acara-acara dan proses yang terjadi, dan mencoba untuk menyatu dalam kebudayaan tersebut.

2.         Percakapan, Wawancara, dan Wawancara Terencana
Berada dan hidup bersama dalam sebuah kebudayaan berarti ikut melakukan percakapan dengan masyarakat dalam budaya tersebut. Dengan bercakap-cakap bersama masyarakat dalam budaya tersebut, etnografer dapat mengetahui banyak hal dan kemudian menggunakannya dalam acara-acara yang lebih besar, semisal diskusi publik. Wawancara lebih bersifat terprogram, merencanakan siapa yang akan ditemui, jumlah dan topik apa saja yang akan ditanyakan, dan metode pencatatannya. Metode ini lebih bersifat langsung dan lebih personal ketimbang metode kuesioner.

3.         Metode Genealogis
Etnografer mengembangkan sebuah notasi bernama notasi genealogis yang digunakan untuk mendeskripsikan hubungan sanak-famili, keturunan dan pernikahan dalam sebuah kebudayaan. Dengan menggunakan data genealogis, etnografer dapat membangun kembali sejarah dan memahami apa yang terjadi dalam hubungan di masa sekarang.

4.         Informan
Di tiap kebudayaan, biasanya terdapat orang-orang yang mampu memberikan informasi secara baik (well-informed informants). Orang-orang ini bisa saja tanpa sengaja, pengalaman, bakat, ataupun karena dilatih, untuk kemudian menjadi pemberi informasi yang lengkap dan berguna tentang sebuah aspek kehidupan.

5.         Sejarah Hidup
Etnografer mengumpulkan informasi mengenai sebuah kebudayaan melalui sejarah hidup seorang anggota komunitas. Dengan mengetahui hal ini, etnografer secara lebih intim dan personal dapat mengetahui bagaimana pendapat orang tersebut, bagaimana reaksi mereka atas sesuatu, dan mengetahui perubahan-perubahan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

6.         Strategi Emic dan Etic
Strategi emic adalah sebuah pendekatan yang mengedepankan bagaimana penduduk berpikir (actor-oriented). Sementara etic, merupakan pendekatan yang mengedepankan pola pikir dari peneliti (observer-oriented). Dalam praktiknya, kedua pendekatan ini sering digunakan bersama-sama untuk memahami sebuah peristiwa.

7.         Etnografi Berorientasi Pada Masalah
Meskipun antropologis tertarik pada semua hal mengenai perilaku manusia, mustahil untuk mempelajari semuanya. Karena itu, etnografer biasanya mengutamakan sebuah masalah pokok yang telah dispesifikasi.



8.         Penelitian Longitudinal
Penelitian ini adalah penelitian jangka panjang pada sebuah komunitas, daerah, masyarakat, budaya, ataupun obyek-obyek lainnya, yang dilakukan dengan kunjungan berulang.
Semakin besar lingkup masyarakat yang diteliti oleh antropologis, maka diperlukan kemajuan untuk mencampurkan etnografi dan penelitian survei. Pengertian survei sendiri biasanya berhubungan dengan penelitian skala besar dengan menggunakan sampel, sementara etnografi bersakala tidak terlalu besar dan biasanya menggunakan informan. Untuk meneliti masyarakat yang lebih kompleks, etnografer biasanya memodifikasi teknik penelitian dan metodenya. 
*merupakan summary dari buku Kottak.

In Indonesia, a Scandal Over Soccern (NYT)

JAKARTA — Chaotic street protests, bickering elites and swirling allegations of corruption — it all looks like another typically unsavory episode of politics in Indonesia. But the latest protracted fight to absorb the attention of one of the world’s largest democracies is not about politics as usual. It is about soccer. And it is all the more serious for it.

Hundreds of Indonesians have taken to the streets across the country in recent weeks to demand the ouster of a prominent politician, Nurdin Halid, as chairman of the beleaguered Football Association of Indonesia, a position he has held since 2003 — part of it from behind bars for two separate corruption convictions.
In that time, opponents contend, Mr. Halid has run Indonesian soccer into the ground while consolidating power for political allies and enriching himself.

He is now engaged in a bitter struggle with members of the government who want him out. The challengers for his job include the Indonesian Army’s chief of staff, Gen. George Toisutta, and an energy tycoon, Arifin Panigoro, who has already created a breakaway league not affiliated with the association. Both men had their candidacies rejected by the association in February, but that decision was overturned on appeal. A meeting that would elect a chairman, originally scheduled for this month, has been delayed amid the infighting.

Mr. Halid, for his part, asked a committee of the Indonesian House of Representatives for protection Tuesday, claiming his family had received death threats from senior government officials. “I leave my life in the hands of God, may he be glorified and exalted,” he said. Mr. Halid also drew the ire of Indonesians by announcing during the same hearing that he was running as a candidate to head the Association of Southeast Asian Nations Football Federation, as well as for a third term at the helm of the Indonesian association.
According to Tondo Widodo, a former association committee member, the root of this latest crisis is simple: Indonesians are sick of losing.

“You ask anyone on the street, they don’t have to be an intellectual, they can be a taxi driver,” Mr. Widodo said. “They’re all ashamed. They all dislike what Nurdin Halid and his group have done as they’ve reigned over the P.S.S.I.,” he said referring to the initials of the Indonesian name of the association.

Despite Indonesia’s population of about 238 million and its obsessive love of soccer, particularly European league matches, the national team has not won an international tournament since the 1991 Southeast Asian Games. Stadiums and training facilities are in disrepair, and local clubs prefer importing foreign players to fostering local talent, Mr. Widodo said.

Indonesia is ranked 129th in the world by the world soccer governing body, FIFA, having sunk as low as 153rd and reached as high as 76th. It currently stands between Puerto Rico and Dominica in the world rankings. The national team has not been in the FIFA World Cup since 1938, when the country was still a colony of the Netherlands. Although Indonesia is not the only Asian nation with a disappointing national team, the lack of international victories still rankles.

While the sport has floundered, Mr. Halid is accused of illegally amassing wealth for himself and close associates. Most recently, he has faced allegations that he pocketed 100 million rupiah, or about $11,000, in government funding for a team in East Kalimantan Province.

At the same time, he is accused of turning the association into an organ for spreading the influence of politicians from his party, Golkar, which is in a frosty and tenuous coalition with the party of President Susilo Bambang Yudhoyono. Mr. Halid is seen as being particularly close to the family of Aburizal Bakrie, the billionaire chairman of Golkar.

All this is particularly galling for Indonesians because soccer is one of the few truly uniting forces for Indonesians, who speak hundreds of languages, follow multiple religions and live spread across thousands of islands, Mr. Widodo noted.

“The P.S.S.I. was an organization, a tool of national struggle,” he said. “But now it has become a tool for Nurdin Halid’s political struggle for Golkar.”

More than a decade after the 1998 overthrow of the dictator Suharto brought democracy to their country, Indonesians are also increasingly disillusioned with a system marked by corruption, vote buying, patronage politics and a bureaucracy that is not accountable, said Dodi Ambardi, the director of the Indonesian Survey Institute, a research organization. The dire state of the nation’s most popular sport is just another part of that malaise, he said.

Mr. Halid is not alone in being accused of bringing politics into soccer. Allies of the president and his party, the Democrats, harbor hopes that ousting Mr. Halid would weaken the Golkar Party, Mr. Ambardi said.
Mr. Yudhoyono’s sports minister, Andi Mallarangeng, has denied that he is playing politics with the sport and said that Mr. Halid, as a convicted criminal, was unfit to lead the association. He has threatened to intervene in the association despite the risk that this could provoke sanctions from FIFA against Indonesian soccer.
“Football should not be politicized because football is public good,” Mr. Mallarangeng said. “It belongs to everybody, just like the air.”

FIFA is widely seen by Indonesians as unreceptive to criticism of Mr. Halid and has largely stayed aloof from the crisis. However, the body's executive committee on Thursday ordered Indonesia to reform its electoral rules and hold fresh elections by the end of April. It also threatened the association with possible suspension if it is unable to gain control of the breakaway Indonesian Premier League of Mr. Panigoro, one of Mr. Halid's challengers.

Indonesia’s member of FIFA’s ethics committee, Suryadharma Tahir, said in an interview that his main concern was the possibility of government interference in the internal business of the independent national association. FIFA consistently rejects government interference in national soccer associations, threatening sanctions against countries that engage in it.

As the controversy continues, the anger on the street is palpable, with rallies popping up in cities across Indonesia. At one recent protest outside the association’s headquarters at Bung Karno Stadium in Jakarta, anti-Halid protesters wearing headbands proclaiming a “P.S.S.I. Revolution” clashed with pro-Halid supporters of the Jakarta team Persija.

As the two sides hurled rocks and swung bamboo staves on one street, the police on dirt bikes hurtled between them, scattering the protesters with cavalry-style charges.
After riot police officers formed a barrier between the antagonists, one protester, Fajar Dikra Pratama, said he was with neither side. He was simply embarrassed and frustrated with the state of Indonesian soccer.

“Everyone, be it Andi Mallarangeng, Arifin, Nurdin Halid, they’re putting the interests of their factions ahead of soccer,” he said. “If we want to develop soccer, we have to stand shoulder to shoulder, not be split apart.”

Tentang Kail dan Mimpi

Dalam sebuah lingkupan makna, kata tertatap sebuah benturan hati. Entah hanya sekedar terdiam atau meringis menahan sakit. Mereka bukan sekadar kata. Bukan juga sekadar nada tak beraturan. Mereka bersentuhan dalam rima yang berarti banyak. Namun kini terhenti karena sebuah hentakan eksogen. Apakah mereka akan kembali adalah sebuah pertanyaan mendalam yang bahkan mereka sendiri mungkin tak tahu jawabannya.


Entah berapa kali kulepaskan sebuah kail pancing ini ke langit. Berharap satu diantaranya ada yang menyentuh malaikat dan bisa kutarik satu dari mereka ke bumi. Akan kucinta mereka dengan sebaik-baiknya langit menjaga malaikatnya. Satu diantaranya pernah berhasil kutarik ke bumi, namun aku goyah. Tali kailku terlalu lemah untuk bertahan dari terpaan angin tiada akhir. Aku kalah. Kailku putus. Mimpiku tertunda.


Tak ada guna bagiku untuk masih bertahan dengan kubangan air yang kubuat. Airnya kembali menghitam. Ini bukan kolam indah seperti yang diharap-harapkan. Ini cuma sekadar kubangan. Inikah dosa yang ku bangun? Bukan perwujudan mimpi yang pernah kurangkai dengan kata-kata indah? Oh. Aku lupa mereka sudah pergi.


Kata-kata itu sudah pergi. Kailku kini bahkan tak pernah sampai awan. Setiap kali pelemparan olehku, hanya membuatnya tersangkut di batu-batu kering dan cadas. Menggesek. Dan akhirnya memutus tali kail impian ini.


Orang-orang di sampingku telah membawa malaikatnya satu persatu. Mendudukkannya dengan baik, dan menjaga mereka sebisa mungkin. Ada yang bisa dengan baik bertahan. Lebih banyak lagi yang lepas dan akhirnya kembali melemparkan kail.


Garan pancingku tak sebagus mereka. Garan pancing mereka model terbaru. Penariknya memiliki mesin. Pelontarnya dilengkapi tali khusus yang mampu menjangkau awan dalam satu sentakan. Umpan mereka begitu manis, menarik hati malaikat yang dituju. Singgasana mereka begitu eksotis, lengkap dengan segala macam apa yang mereka impikan.


Garan pancingku tidak begitu. Gagangnya hanya kayu biasa yang kutemukan di belakang gubuk yang biasa aku tinggali. Aku harus memutar dengan baik tali pancingku agar tak tersangkut oleh gerakanku sendiri. Kadang bajuku tersangkut, dan akhirnya sobek. Umpanku pun ala kadarnya. Tapi aku tak mau menyerah begitu saja. Aku masih ingin terus berusaha.


Jika kini impian itu menghilang, maka kuikhlaskan kepergiannya...

biarkan apa yang menyakiti itu datang, tenangkan dan jadikan kekuatan untuk terus belajar dari sebuah momen kegagalan..

I AM TOTALLY DIFFERENT!

Katakanlah saya munafik. Saya memang pernah menjadi munafik. Setidaknya karena saya terlalu banyak melempar kata dan akhirnya malah tertelan kalimat saya sendiri.

Tapi itu dulu.

Mengapa harus sibuk memikirkan masa lalu yang anda sendiri bahkan tidak mampu untuk kembali ke masa tersebut?

Mengapa tidak fokus untuk memikirkan apa yang harus kita lakukan di masa depan untuk setidaknya memperbaiki yang terjadi di masa lalu?

Mengapa terbebani?

Jadilah diri sendiri, luapkan beban, dan jadilah yang baru!

I AM TOTALLY DIFFERENT!

Masa Lalu

Siapa diantara orang di bumi ini yang tidak punya masa lalu? semua yang hidup dan lahir ke dunia mestinya suatu saat punya masa lalu. Entah itu bahagia, ataupun buruk. Bukan berarti itu adalah sebuah generalisasi bagi hidup masa lalu kita. Ada kalanya masa lalu yang begitu membahagiakan, dan ada yang begitu buruknya hingga membuat kita bahkan malu untuk mengangkat muka.

Well, itulah manusia. Manusia berpikir. Manusia berbicara. Manusia mendengar. Manusia punya hati.

Teori filsafat lama. Manusia terlahir dalam keadaan seperti kertas putih. Pengalaman hidup menjadi tinta sepanjang halaman-halaman hidupnya. Entah apakah itu hanya tinta hitam, kehidupan biasa seorang manusia, tinta biru penuh suka-cita, maupun tinta merah untuk kekesalan, amarah atas sesuatu..

Kata orang, saya terlalu merasa sebagai orang yang paling menderita. Maaf, sedikit koreksi. Saya bukan sok paling menderita, tapi... saya hanya ingin punya teman bercerita. Teman yang benar-benar teman. Teman yang tidak butuh alasan untuk ada di samping temannya. Teman yang mau mendengar, juga teman yang mau didengar.

Saya berbuat banyak kesalahan dalam hidup saya. Kata orang, kita belajar dari kesalahan. Sayangnya, banyak diantara kesalahan itu yang saya ulang, dan saya juga yang mesti menanggung akibatnya. Sayalah yang salah. Saya akui itu secara gentle. Karena percuma buat saya untuk lari dari semua kesalahan yang pernah saya buat di masa lalu, kecuali dengan mengakuinya dan memperbaikinya di masa depan.

Refleksi diri dari kehidupan saya pun masih minus. Saya masih punya hutang di sana-sini untuk saya tambal. Saya masih punya luka yang harus saya tutup dan sembuhkan ke seorang wanita yang teramat saya tambatkan hati padanya. Oke. Saya akui saya meleng. Toh namanya cinta kalau sudah nempel ya lekat. Kuat. Tinggal manusianya saja bagaimana.

Cuma 3 kalimat. dan itu mengubah pandangan saya tentang semuanya.

Change is the only thing that never change.

Everything that you can imagine, you can do.

Will you still love me in the morning? Forever and ever.

Dan satu kalimat lagi dari Hellboy,,

whoever your mate, I will never give up on you.

"semua orang punya masa lalu. masa laluku buruk. jadi, aku berhenti memikirkannya dan memulai hidup yang benar-benar baru. untuk jadi lebih baik."


-ini semua tentang cinta dan mereka yang pernah aku sakiti hatinya. teramat dalam dari hati, aku minta dan mohon maaf untuk semua salah kata dan tindakan. aku hanya insan biasa, dilimang salah dan dosa. tanpa daya untuk membela diri, semoga aku bisa memperbaiki.-

*ditulis sebagai refleksi diri.

Thursday, March 3, 2011

Celoteh Anak Kecil

Sepulang liburan ke Lampung, mesti secepatnya kembali ke Jogja. Pulang ke Lampung sendiri, maka kembali ke Jogja pun sendiri. Nasib anak geng hashtag #jomblongenes. Sudahlah, ketimbang memikirkan betapa malangnya nasib saya tentang percintaan, mari kembali fokus pada ekonometri.

Terlepas dari keberuntungan saya yang akhirnya dipindahkan ke kursi depan karena ada yang drop tiket, kisah ini sebenarnya bercerita tentang sebuah keluarga harmonis yang saya temui di dalam ruangan bisnis kapal penyeberangan Sumatra Jawa.

Si ayah, saya rasa bukan orang Jawa, perawakannya berat, kulitnya sedikit menua, perkiraan saya beliau orang maluku atau sekitarnya. Tak hentinya beliau bermain dengan gadget elektroniknya bersama sang anak. Istrinya saya rasa orang Sunda-Jakarta, terdengar dari dialek berbicaranya. Bersama mereka ada dua orang anak laki-laki, yang saya pikir pasti anak mereka, bukan anak nahkoda kapal tersebut.

Hampir tertidur, keluarga kecil itu masuk ke dalam ruangan bisnis. Si anak kecil nyeletuk "Yah, Yah, kita lagi ada di kapal yang nablak gunung es ya Yah?" Oke. Saya rasa si anak sudah terlalu banyak nonton film Titanic. Semoga adegan beruap-uap di dok mobil ga ditonton sama itu anak.

Baru sebentar berdiam, si anak nyeletuk lagi, "DILALANG GA BOLEH MELOKOK!"

Celoteh yang ini wajib diberi gelar celoteh of the day sepertinya:

MONSTEL!!!! MONSTEL SEDOTAN!

*masih lama waktumu untuk punya anak kecil.. ^_____^

The Author

My photo
God gives you two ears so we can listen not only from one side. There are many perspective, point of view, and argument that can give you insights! Perhaps! Happy reading!
Muhamad Hasan Putra

Perumahan 1. Pt. GPM
Block F. 040
Bandar Mataram, Lampung Tengah
Lampung
34169

muhamad.hasan.putra@gmail.com

FB : Muhamad Hasan Putra

Twitter : @putrahasan