the roots of education are bitter, but the fruit is sweet ~aristotle~

Friday, March 4, 2011

Tentang Kail dan Mimpi

Dalam sebuah lingkupan makna, kata tertatap sebuah benturan hati. Entah hanya sekedar terdiam atau meringis menahan sakit. Mereka bukan sekadar kata. Bukan juga sekadar nada tak beraturan. Mereka bersentuhan dalam rima yang berarti banyak. Namun kini terhenti karena sebuah hentakan eksogen. Apakah mereka akan kembali adalah sebuah pertanyaan mendalam yang bahkan mereka sendiri mungkin tak tahu jawabannya.


Entah berapa kali kulepaskan sebuah kail pancing ini ke langit. Berharap satu diantaranya ada yang menyentuh malaikat dan bisa kutarik satu dari mereka ke bumi. Akan kucinta mereka dengan sebaik-baiknya langit menjaga malaikatnya. Satu diantaranya pernah berhasil kutarik ke bumi, namun aku goyah. Tali kailku terlalu lemah untuk bertahan dari terpaan angin tiada akhir. Aku kalah. Kailku putus. Mimpiku tertunda.


Tak ada guna bagiku untuk masih bertahan dengan kubangan air yang kubuat. Airnya kembali menghitam. Ini bukan kolam indah seperti yang diharap-harapkan. Ini cuma sekadar kubangan. Inikah dosa yang ku bangun? Bukan perwujudan mimpi yang pernah kurangkai dengan kata-kata indah? Oh. Aku lupa mereka sudah pergi.


Kata-kata itu sudah pergi. Kailku kini bahkan tak pernah sampai awan. Setiap kali pelemparan olehku, hanya membuatnya tersangkut di batu-batu kering dan cadas. Menggesek. Dan akhirnya memutus tali kail impian ini.


Orang-orang di sampingku telah membawa malaikatnya satu persatu. Mendudukkannya dengan baik, dan menjaga mereka sebisa mungkin. Ada yang bisa dengan baik bertahan. Lebih banyak lagi yang lepas dan akhirnya kembali melemparkan kail.


Garan pancingku tak sebagus mereka. Garan pancing mereka model terbaru. Penariknya memiliki mesin. Pelontarnya dilengkapi tali khusus yang mampu menjangkau awan dalam satu sentakan. Umpan mereka begitu manis, menarik hati malaikat yang dituju. Singgasana mereka begitu eksotis, lengkap dengan segala macam apa yang mereka impikan.


Garan pancingku tidak begitu. Gagangnya hanya kayu biasa yang kutemukan di belakang gubuk yang biasa aku tinggali. Aku harus memutar dengan baik tali pancingku agar tak tersangkut oleh gerakanku sendiri. Kadang bajuku tersangkut, dan akhirnya sobek. Umpanku pun ala kadarnya. Tapi aku tak mau menyerah begitu saja. Aku masih ingin terus berusaha.


Jika kini impian itu menghilang, maka kuikhlaskan kepergiannya...

biarkan apa yang menyakiti itu datang, tenangkan dan jadikan kekuatan untuk terus belajar dari sebuah momen kegagalan..

0 tanggapan:

The Author

My photo
God gives you two ears so we can listen not only from one side. There are many perspective, point of view, and argument that can give you insights! Perhaps! Happy reading!

Archive

Muhamad Hasan Putra

Perumahan 1. Pt. GPM
Block F. 040
Bandar Mataram, Lampung Tengah
Lampung
34169

muhamad.hasan.putra@gmail.com

FB : Muhamad Hasan Putra

Twitter : @putrahasan