the roots of education are bitter, but the fruit is sweet ~aristotle~

Friday, March 4, 2011

Antropologi Dasar - The Exploration of Cultural Diversity


Bab I The Exploration of Cultural Diversity

Banyak orang sering membuat generalisasi bahwa seluruh manusia di dunia memiliki cara berpikir yang sama, perasaan yang sama, sehingga bisa dengan mudah menerima ide-ide global, semacam konsep ide ala Amerika Utara. Antropologi membuka wacana orang dengan lebih luas. Ilmu ini bukan hanya sebagai sebuah ilmu yang berkutat pada budaya-budaya non-industrial, namun dapat dijelaskan sebagai ilmu yang mengkaji semua bentuk masyarakat, baik kuno maupun modern, sederhana maupun rumit, dengan menggunakan perspektif antar budaya (membandingkan masyarakat satu dengan masyarakat yang lain).
Antropologi adalah sebuah ilmu yang terintegrasi, ilmu ini membahas seluruh kondisi dari manusia. Untuk bisa bertahan hidup, manusia butuh untuk beradaptasi dengan lingkungan hidupnya. Antropologi mempelajari hal ini, mulai dari keadaan di masa lalu, sekarang atau yang akan datang. Biologi, kemasyarakatan, bahasa dan budaya juga dibahas di dalamnya. Salah satu contohnya misal, kemasyarakatan (society) adalah sebuah organisasi kehidupan dimana seluruh mahluk hidup terlibat di dalamnya. Sementara budaya (culture) hanya untuk manusia, kumpulan tradisi dan adat kebiasaan, yang didapat melalui hasil pembelajaran. Seorang anak belajar tentang budaya (culture) melalui sebuah sistem kemasyarakatan (society) tertentu. Melalui budaya inilah, manusia belajar untuk beradaptasi dengan kehidupan biologi (alam) disekitarnya.
Dalam general anthropology, bahasan akademis pokok dalam antropologi, kajian ini dibagi menjadi empat sub-kajian, yaitu :
1.      Antropologi  Sosiokultural (antropologi kultural; mempelajari perubahan yang terjadi pada kehidupan sosial dan adat kebiasaan, keanekaragaman)
2.      Antropologi  Arkeologikal (hampir sama dengan antropologi kultural)
3.      Antropologi  Biologis (mempelajari perubahan pada karakteristik-karakteristik fisik)
4.      Antropologi Linguistik (mempelajari bahasa-bahasa baik yang kuno maupun modern)
Keempat sub-kajian ini, di Amerika Serikat, sering digunakan bersama-sama dalam sebuah pekerjaan antropologi, berbeda dengan perkembangannya di Eropa, sub-kajian ini lebih sering terpisah-pisah satu sama lainnya. Selain dari keempat sub-kajian tersebut, American Anthropological Association juga mengakui sub-kajian kelima, antropologi terapan (applied anthropological). Sub kajian ini menerapkan data-data, pandangan, teori, dan metode antropologis, untuk mengidentifikasi, menilai, dan menyelesaikan masalah-masalah sosial.
Antropologi dan sosiologi, sama-sama mempelajari hubungan sosial, namun berbeda pada jenis masyarakat yang dipelajari. Karena perbedaan tersebut, maka teknik pengumpulan data dan metode analisisnyapun juga berbeda. Sosiologi lebih banyak berkutat dengan kuesioner dan teknik statistik, sementara hal ini tidak terjadi atau sedikit praktiknya dalam antropologi. Salah satu teknik yang dipakai dalam antropologi, misalnya, adalah observasi partisipan, dimana peneliti (antropologis) langsung mengambil peran dalam proses observasi, deskripsi hasil, dan analisa penelitian tersebut.
Salah satu bagian dalam antropologi adalah etnografi, sebuah strategi penelitian yang digunakan dalam masyarakat dengan budaya yang lebih memiliki keseragaman, dan kurang dalam perbedaan sosial, berbeda dengan yang ditemukan dalam bangsa-bangsa modern. Dengan menggunakan etnografi, para etnografer menyediakan sebuah gambaran (ethnopicture; bisa berupa buku, artikel ataupun film) yang mendeskripsikan, menganalisa, dan menginterpretasikan sebuah budaya. Berikut adalah beberapa teknik yang digunakan dalam etnografi.
1.         Observasi.
Etnografer memerhatikan bagaimana kehidupan dalam sebuah kebudayaan atau masyarakat berjalan, acara-acara musiman, dan hal-hal yang tak secara biasa terjadi. Hasil dari proses tersebut kemudian dicatat dalam catatan penelitian lapangan (field notes), yang sifatnya formal, namun tidak melibatkan emosi peneliti. Perasaan peneliti, baik kesan maupun bentuk emosi lainnya dicatat dalam sebuah catatan tersendiri (diary), yang bisa ditulis secara tidak formal, namun tetap bisa digunakan untuk membantu pembuatan ethnopicture.
Observasi partisipan lebih dari sekedar memerhatikan kehidupan sebuah budaya, namun juga turut mengambil peran dalam kebudayaan tersebut, ikut dalam acara-acara dan proses yang terjadi, dan mencoba untuk menyatu dalam kebudayaan tersebut.

2.         Percakapan, Wawancara, dan Wawancara Terencana
Berada dan hidup bersama dalam sebuah kebudayaan berarti ikut melakukan percakapan dengan masyarakat dalam budaya tersebut. Dengan bercakap-cakap bersama masyarakat dalam budaya tersebut, etnografer dapat mengetahui banyak hal dan kemudian menggunakannya dalam acara-acara yang lebih besar, semisal diskusi publik. Wawancara lebih bersifat terprogram, merencanakan siapa yang akan ditemui, jumlah dan topik apa saja yang akan ditanyakan, dan metode pencatatannya. Metode ini lebih bersifat langsung dan lebih personal ketimbang metode kuesioner.

3.         Metode Genealogis
Etnografer mengembangkan sebuah notasi bernama notasi genealogis yang digunakan untuk mendeskripsikan hubungan sanak-famili, keturunan dan pernikahan dalam sebuah kebudayaan. Dengan menggunakan data genealogis, etnografer dapat membangun kembali sejarah dan memahami apa yang terjadi dalam hubungan di masa sekarang.

4.         Informan
Di tiap kebudayaan, biasanya terdapat orang-orang yang mampu memberikan informasi secara baik (well-informed informants). Orang-orang ini bisa saja tanpa sengaja, pengalaman, bakat, ataupun karena dilatih, untuk kemudian menjadi pemberi informasi yang lengkap dan berguna tentang sebuah aspek kehidupan.

5.         Sejarah Hidup
Etnografer mengumpulkan informasi mengenai sebuah kebudayaan melalui sejarah hidup seorang anggota komunitas. Dengan mengetahui hal ini, etnografer secara lebih intim dan personal dapat mengetahui bagaimana pendapat orang tersebut, bagaimana reaksi mereka atas sesuatu, dan mengetahui perubahan-perubahan yang mempengaruhi kehidupan mereka.

6.         Strategi Emic dan Etic
Strategi emic adalah sebuah pendekatan yang mengedepankan bagaimana penduduk berpikir (actor-oriented). Sementara etic, merupakan pendekatan yang mengedepankan pola pikir dari peneliti (observer-oriented). Dalam praktiknya, kedua pendekatan ini sering digunakan bersama-sama untuk memahami sebuah peristiwa.

7.         Etnografi Berorientasi Pada Masalah
Meskipun antropologis tertarik pada semua hal mengenai perilaku manusia, mustahil untuk mempelajari semuanya. Karena itu, etnografer biasanya mengutamakan sebuah masalah pokok yang telah dispesifikasi.



8.         Penelitian Longitudinal
Penelitian ini adalah penelitian jangka panjang pada sebuah komunitas, daerah, masyarakat, budaya, ataupun obyek-obyek lainnya, yang dilakukan dengan kunjungan berulang.
Semakin besar lingkup masyarakat yang diteliti oleh antropologis, maka diperlukan kemajuan untuk mencampurkan etnografi dan penelitian survei. Pengertian survei sendiri biasanya berhubungan dengan penelitian skala besar dengan menggunakan sampel, sementara etnografi bersakala tidak terlalu besar dan biasanya menggunakan informan. Untuk meneliti masyarakat yang lebih kompleks, etnografer biasanya memodifikasi teknik penelitian dan metodenya. 
*merupakan summary dari buku Kottak.

0 tanggapan:

The Author

My photo
God gives you two ears so we can listen not only from one side. There are many perspective, point of view, and argument that can give you insights! Perhaps! Happy reading!

Archive

Muhamad Hasan Putra

Perumahan 1. Pt. GPM
Block F. 040
Bandar Mataram, Lampung Tengah
Lampung
34169

muhamad.hasan.putra@gmail.com

FB : Muhamad Hasan Putra

Twitter : @putrahasan