the roots of education are bitter, but the fruit is sweet ~aristotle~

Monday, January 10, 2011

BlackBerry dan Semuanya


Hari-hari minggu ini dipenuhi dengan semua kontroversi akan diblokirnya BB di Indonesia. Jenis smartphone yang jadi makin nge-tren di dunia sejak turut digunakan oleh Barack Obama ini rencananya akan diblokir oleh Departemen Komunikasi dan Informasinya RI berkaitan dengan beberapa hal yang tidak dipenuhi oleh BlackBerry. Secara tegas, Tifatul Sembiring, lewat akun twitternya menyatakan hal tersebut seandainya RIM, perusahaan pemanufaktur BlackBerry tak segera memenuhi ketentuan NKRI.

Saya bukan pengguna BlackBerry. Selain karena memang benda itu terlalu mahal buat orang tua saya (saya belum bekerja dan belum memiliki penghasilan tetap), saya juga tak terlalu memahami fungsi khusus benda tersebut. Bagi saya, mobile phone saya Sony Ericsson K608i yang telah hampir 5 tahun saya pakai, tanpa pernah mengalami kerusakan berarti, sudah cukup memenuhi kebutuhan saya berkomunikasi. Andaikata kurang, masih ada Prolink 7.2G, modem internet saya, dan HP Mini Luffy saya sebagai akses tambahan berinternet ria.

Kembali masalah konten pornografi disinggung kali ini. Dan jawaban saya akan tetap sama. Jika orang lain berargumen, "konten pornografi salah sasaran. Anak-anak malah bisa dengan mudah mengakses konten-konten tersebut. Maka dari itu kita harus blokir semua itu". Saya akan santai menjawab. Tuhan menitipkan wanita dan anak-anak sebagai harta bagi seorang pria, Khilafah dari sebuah keluarga. Jika anak-anak bisa dengan mudah mengakses konten itu, lalu dimana peran sang khilafah?

Saya setuju dengan cara pemblokiran konten. Negara adalah otoritas tertinggi yang berhak melakukan apa yang diatur dalam konstituen negara. Hal ini jelas.

Tapi, jika nyatanya masih ada anak-anak yang melakukan hal tersebut (membuka konten porno. red.), maka disitulah peran orang tua yang wajib dipertanyakan. Saya juga ingat salah satu guru IT saya pernah bilang, jangan pernah salahkan software dan hardware, sejelek apapun mereka, brainware tetap yang bertanggung jawab. Brainware. Yes. User.

Saya sudah 1 setengah tahun tinggal di Jogja untuk kuliah. Juga disini pertama kali saya lihat yang namanya BlackBerry. Dan itupun saya terkagum-kagum sama yang namanya BlackBerry Messenger dan UberTwitter. Whatever. Ini sudah satu setengah tahun. Tolong garis bawahin dong. Nih. Satu setengah tahun. 

Sudah satu setengah tahun dan peraturan tentang produk RIM ini baru sensitif di debat minggu ini. Ketika si Gayus Tambunan mengaku pernah pergi ke Macau, mendadak semua isu pindah ke mau diblokirnya BB. Well, saya tak mau berprasangka buruk. Tapi mengapa semua ini ... so sudden.
Saya belajar ekonomi, meski tak belajar Ilmu Ekonomi (murni) secara mendalam, tapi saya tahu bahwa negara punya otoritas tertinggi untuk mengatur arus aliran barang. Baik dari luar yang masuk ke Indonesia (impor) maupun yang dari dalam hendak dijual ke luar (ekspor). Misalnya regulasi berupa kuota, fee, dll.

Sekali lagi yang ingin saya tanyakan, mengapa baru sekarang?

Coba kita ingat contoh permasalahan kursi yang diekspor ke Eropa. Sebagai ilustrasi saja. Sebuah kursi yang akan dikirim ke negara di eropa sana, mesti memenuhi berbagai persyaratan untuk dapat dijual di Eropa. Misal tinggi kursi harus cocok dengan tinggi tubuh orang Eropa, lebar dudukan kursi, ukiran harus halus, tidak tajam, memiliki izin yang jelas untuk kayunya, catnya tak mengandung bahan kimia berbahaya, dan lain sebagainya.
Seharusnya ini yang dilakukan oleh Indonesia. Negara ini mestinya paham dengan kemampuannya. Ini sudah satu setengah tahun lebih (saya mengenal BB) dan baru sekarang masalah ini diperdebatkan. Bukan terlambat. Tapi saya makin tak percaya dengan semua yang katanya "pemimpin". Apa saya mesti frontal dengan mengeluarkan istilah lokal "uang rokok macet, masalah dateng"? Mungkin bukan uang rokok lagi, tapi "uang Alphard".

Permasalahan dengan RIM, secara frontal saya katakan, bisa kita atasi dengan mensiasati persyaratan dan kontrak barang itu masuk ke Indonesia. Negara ini punya bargaining power yang kuat dalam hal "pangsa pasar gadget elektronik". Kita bisa atur itu. Misal seperti kata Tifatul Sembiring itu. Bisa dengan bangun DC di Indonesia, atau apalah yang bisa bermanfaat untuk Indonesia. Saya sudah baca beberapa referensi dari Daniel Tumiwa dan 7langitnya. Oke kok. Artinya Indonesia bisa. Tapi kenapa baru sekarang? Ketika Gayus mengaku pergi ke Macau?

Mengapa baru sekarang ketika pangsa pasar BlackBerry mulai meluas? Apakah karena Esia takut bersaing? Atau ini memang murni ketegasan? Atau bentuk intervensi bisnis? Ah... tetap saja, ini Indonesia.

0 tanggapan:

The Author

My photo
God gives you two ears so we can listen not only from one side. There are many perspective, point of view, and argument that can give you insights! Perhaps! Happy reading!
Muhamad Hasan Putra

Perumahan 1. Pt. GPM
Block F. 040
Bandar Mataram, Lampung Tengah
Lampung
34169

muhamad.hasan.putra@gmail.com

FB : Muhamad Hasan Putra

Twitter : @putrahasan