the roots of education are bitter, but the fruit is sweet ~aristotle~

Wednesday, December 29, 2010

Indonesia Menang, Tapi Tak Juara

Selesai sudah kejuaraan sepakbola se Asia Tenggara, AFF Cup. Malaysia keluar sebagai juara setelah menumbangkan Indonesia pada leg 1 di Stadion Bukit Jalil, Malaysia, dengan skor telak 3-0, dan kalah 1-2 pada leg kedua di Gelora Bung Karno, Indonesia. Dengan hasil seperti itu, agregat skor final menjadi 4-2 untuk kemenangan Malaysia.

Indonesia pun akhirnya harus kembali gigit jari setelah hanya menjadi peringkat kedua (runner-up) untuk keempat kalinya sejak Piala AFF digelar. Namun, kegagalan Indonesia menjadi juara AFF tidak perlu disesali terlalu mendalam lantaran target PSSI hanya lolos penyisihan grup mengingat kala kualifikasi pertama Indonesia masuk ke satu grup bersama Thailand dan Malaysia.

Target terpenuhi. Lantas apa yang perlu dievaluasi?

Menurut saya pribadi, ada beberapa aspek dalam Timnas kita yang perlu dibenahi.

Pertama adalah melupakan tradisi menggunakan pemain berpengalaman secara terus menerus dan melupakan regenerasi. Kita harus ingat bahwa sebuah tim juara tidaklah dibangun secara instan. Apalagi untuk Tim nasional sebuah negara. Hal ini berbeda dengan sebuah klub yang bisa membeli pemain untuk melengkapi kebutuhan pelatih. Tim Nasional tidak bisa.

Saya merujuk pada pembinaan regenerasi pemain di Eropa. Sudah ada yang namanya tim junior bahkan mulai dari usia 11 tahun. Secara bertingkat pemain yang dibina tumbuh dan mendapatkan pelatihan sesuai dengan kemampuan usianya. Apa efeknya? Pemain muda tidak gagap bermain dengan pemain yang lebih senior. Regenerasi terus terjaga dan memudahkan pelatih menentukan strategi terbaik mereka.

Untuk itu kita butuh dana yang banyak?

Memang. Tapi ada 220 juta penduduk Indonesia dengan lebih dari 40%-nya adalah usia kerja. Sepakbola sangat digandrungi di negara ini. Pasti bisa ada sebuah sistem untuk mengalirkan dana dari jutaan penggila bola tersebut untuk mengembangkan Tim Nasional Indonesia.

Kedua, Induk olahraga sepakbola kita mesti berbenah. Saya tak percaya ketika sebuah induk organisasi yang sangat besar di negeri ini bisa saja bertahan dengan segala kasus yang menimpa si ketua, Nurdin Halid. Berulang kali Indonesia sibuk berurusan dengan regulasi FIFA lantaran ulah si Bapak yang satu ini. Saya juga hampir tak percaya ketika dia masih saja menjabat ketua PSSI meski tinggal dalam penjara. Ahhh.

Ketiga, hentikan hubungan TIMNAS dengan POLITIK. Satu yang saya sangat tak suka adalah bagaimana caranya, TIMNAS bisa diajak sarapan bersama keluarga Bakrie? Ini aneh. Siapa Bakrie? apakah dia yang punya Timnas? Apa dia yang punya negara ini?

Dia itu hanya warga negara biasa seperti saya Bung. Terlepas dari dia adalah ketua umum partai golkar, dan orang kaya nomer sekian di Indonesia. Dia itu yang bawa bencana Lapindo! Kenapa bisa dia sarapan sama Bakrie?

Kalo soal pemberian bonus, saya juga bisa. Saya sanggup kasih uang pemain semuanya Rp 1.000,- sama rata. Lebih baik karena saya ikhlas dan tak punya maksud apa-apa selain apresiasi jasa Timnas kita.
Hentikan semua bentuk pemolitisasian TIMNAS!

Keempat, berikan TIMNAS ruang hei MEDIA! Alfred Riedl sudah bilang, Timnas butuh ruang untuk bisa konsentrasi ke pertandingan. Tim ini dalam masa pembangunan, jangan diganggu. Jangan ada wartawan yang masuk dan mengejar pemain bahkan sampai masuk ke ranah pribadi pemain.

Seperti dikatakan Ahmad Bustomi, pemain tengah Timnas. Ini ujian yang diberikan Tuhan karena buah kesombongan kita. ^_^.

0 tanggapan:

The Author

My photo
God gives you two ears so we can listen not only from one side. There are many perspective, point of view, and argument that can give you insights! Perhaps! Happy reading!

Archive

Muhamad Hasan Putra

Perumahan 1. Pt. GPM
Block F. 040
Bandar Mataram, Lampung Tengah
Lampung
34169

muhamad.hasan.putra@gmail.com

FB : Muhamad Hasan Putra

Twitter : @putrahasan